Masalah kemiskinan di Indonesia hingga kini dinilai masih belum kunjung usai. Sehingga dituntut adanya terobosan untuk membangkitkan kaum dhuafa melalui program-program yang bersifat pemberdayaan secara berkelanjutan.
"Saat ini penting menggulirkan program Dhuafa Bangkit yang diharapkan menjadi salah satu formula menstimulan para dhuafa agar dapat hidup menjadi wirausaha, mandiri, sejahtera. Bahkan bisa membantu saudara dhuafa lainnya," kata Direktur Yayasan Mizan Amanah Andrianto, Sabtu (29/6).
Menurut Adrianto, program ini merupakan pemberdayaan dan pelatihan bertujuan memberikan peluang kepada dhuafa yang mempunyai motivasi untuk berubah. Yaitu dengan memberikan bantuan stimulan. Baik berupa motivasi, pengarahan, permodalan bergulir, ataupun pembimbingan (coaching).
"Dengan begitu dapat menghasilkan entrepreneur yang mandiri serta dapat menjadi motor penggerak ekonomi. Baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan negara," ujar Adrianto.
Tahun ini, lanjutnya, program Dhuafa Bangkit memasuki angkatan kedua. Terjaring lebih dari 100 orang calon peserta yang siap mengikuti pelatihan entrepreuner.
"Dhuafa Bangkit merupakan bagian bagian dari visi Mizan Amanah untuk mencetak seribu pengusaha mandiri 2020," tegas Adrianto.
Program ini diawali dengan pelurusan kembali pola pikir, pemberian keilmuan, bimbingan, dan pemberian modal bergulir. Dikelola secara sistemik yang dipandu oleh para praktisi di bidangnya.
"Kami bekerjasama dengan APMP (Asosiasi Pengusaha Muda Parahyangan) sebagai lembaga coach para pengusaha yang akan berupaya membangkitkan potensi dari para dhuafa, memperoleh kesuksesan dengan nilai-nilai luhur," tambah Adrianto.
Mengutip data BPS per Maret 2011, terdapat 30,02 juta orang penduduk miskin. Atau 12,49 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Pengangguran terbuka juga mencapai 8,32 juta orang atau 7,14 persen dari 116,53 juta orang angkatan kerja.
Data tersebut belum termasuk masyarakat di atas garis kemiskinan (near poor) yang diperkirakan 29,38 juta orang. "Mentalitas 'si miskin' sering dituding tidak punya cita-cita, tidak mau berubah, pasrah. Jangankan memiliki rencana masa depan atau cita-cita, bermimpi saja tidak berani, seolah-olah telah mencap dirinya telah ditakdirkan untuk miskin," ujar Adrianto.
(sumber : REPUBLIKA.CO.ID)