Wednesday 3 July 2013

Kesejahteraan Nelayan Indonesia Masuk Kedalam Kategori Miskin



Pakar kelautan dan perikanan dari Perancis, Prof Dr Jean Chaussade menilai, tingkat kesejahteraan nelayan di Indonesia sebenarnya masuk ke dalam  kategori miskin, salah satu sebabnya adalah karena profesi nelayan itu hanya bersifat "sambilan" dan bukan "nelayan penuh" dalam kesehariannya.

"Karena bersifat  sambilan  saya melihat ini sebagai faktor utama mengapa tingkat kesejahteraan nelayan di Indonesia belum beranjak baik," kata Guru Besar Universite` de Nantes Perancis di Bogor, Senin.

Ia mengemukakan itu di sela-sela semiloka internasional bertema "Revitalisasi Dinamis Peran Pelabuhan Perikanan dan Perikanan Tangkap di Pulau Jawa dalam Pembangunan Perikanan Indonesia" di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin.

Kegiatan itu diadakan atas kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Pusat Kajian Kepelabuhanan dan Transportasi Maritim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PK2PTM-LPPM) IPB dan pemerintah Perancis.
Dalam penilaiannya, kondisi nelayan yang ada di Indonesia itu berbeda dengan apa yang terjadi di Perancis, dimana para nelayannya cukup sejahtera dan maju, karena pekerjaan itu memang dalam posisi "nelayan penuh".

Menurut dia, profesi nelayan di Indonesia yang lebih banyak bersifat "sambilan" itu, terjadi karena dampak dari krisis ekonomi yang melanda, sehingga tekanan-tekanan krisis dimaksud berpengaruh pada banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan.
Akibatnya, nelayan yang relatif tidak memerlukan kualifikasi dan standarisasi tertentu banyak dipilih oleh banyaknya tenaga-tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya itu.
"Di Perancis, bahkan untuk buruh angkut ikan-ikan di pelabuhan pun harus mempunyai sertifikasi yang sudah ditentukan oleh otoritas yang berwenang," katanya.
Dengan kualifikasi yang kemudian dikuatkan melalui sertifikasi tersebut, menurut Jean Chaussade, para nelayan di Perancis punya standarisasi gaji, sehingga tingkat kesejahteraannya pun cukup baik.

Sementara itu, Ir Anwar Bey Pane, DEA, DSc, peneliti dari PK2PTM-LPPM IPB menambahkan, pemerintah Perancis, termasuk hadirnya tidak kurang tujuh pakar dari Universite` de Nantes adalah untuk memberikan masukan selama semiloka dua hari (6-7) Juni 2005 bagi lahirnya kebijakan-kebijakan meningkatkan kualitas dan kemampuan mengelola sumberdaya perikanan di Indonesia.

"Di universitas tersebut terkenal dengan kajian hukum kelautan dan juga budidaya perikanan tangkap, sehingga Indonesia dapat belajar banyak dari mereka," katanya.
Rektor IPB Prof Dr Ahmad Ansori Matjjik, MSc membuka resmi kegiatan selama dua hari itu yang menghadirkan pakar-pakar perikanan Indonesia, termasuk dari IPB dan ahli-ahli dari Perancis.

Hadir pada acara itu Duta Besar (Dubes) Perancis Untuk Indonesia, Renaud Vignal dan Sekjen DKP, Dr Andim Haryanto, yang mewakili Menteri DKP, Freddy Numberi.
Pada semiloka internasional itu juga sekaligus diluncurkan buku atlas hasil penelitian dengan tiga bahasa dengan judul "Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa" kerjasama pemerintah RI-Perancis.


Diambil dari : http://www.merdeka.com