Sudah seharusnya bahwa setiap manusia membutuhkan pendidikan.
Pendidikan tidak hanya bisa diperoleh dari lembaga formal tapi bisa
juga lewat pendidikan non formal. Anak atau bayi yang baru lahir pun
ternyata sudah mengenyam pendidikan yaitu menangis. Menangis adalah
sebuah bukti bahwa berfungsinya jasmani serta rohani bayi tersebut.
Ketika umur mereka bertambah, mereka akan memperoleh pendidikan melalui
sekolah. Disana anak-anak akan belajar banyak dari guru, teman-teman
maupun lingkungan sekolah mereka. Meskipun anak-anak telah bersekolah,
orang tua tak lantas melepaskan tanggung jawabnya untuk tetap mengawasi
pergaulan anaknya dan membimbing serta mendampingi anaknya ketika
belajar di rumah.
Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan
prestasi belajar anak. Orang tua hendaknya selalu memperhatikan prestasi
anaknya di sekolah. Jangan lupa bertanya tentang apa saja yang anaknya
lakukan di sekolah, bagaimana dengan pelajaran-pelajarannya di sekolah,
apakah menemui kesulitan atau tidak, dan lain-lain.
Tidak sedikit pula banyak kasus yang muncul bahwa keberhasilan belajar atau
prestasi seorang anak juga sangat dipengaruhi oleh bimbingan orang tua.
Ketika orang tua senantiasa mengontrol proses kegiatan belajar anaknya,
maka akan timbul di dalam diri anak tersebut sebuah motivasi positif
yang dapat mendorong untuk rajin belajar. Anak tersebut juga tidak akan
merasa sendirian dalam menanggung beban pelajaran dan tugas sekolah
karena disamping mereka selalu ada orang tua yang mendampingi mereka, karena memang Betapa pentingnya peran orang tua dalam menunjang keberhasilan seorang
anak.
Semua anak pada dasarnya terlahir dengan potensi menjadi jenius.
Masing-masing anak mempunyai keunggulan di aspek kecerdasan yang berbeda. Hal
ini sejalan dengan teori Multiple Intelligence. Sayangnya, sistem pendidikan
kita hanya mengakomodasi dan menghargai salah dua dari delapan kecerdasan yang
ada yaitu hanya menghargai kecerdasan logika/matematika dan bahasa
(linguistik).
Setiap anak mempunyai kepribadian dan keunikan tersendiri. Salah
satu keunikan mereka adalah gaya belajar. Ada tiga gaya belajar yang dominan
yaitu gaya belajar visual (berdasar penglihatan), gaya belajar auditori
(berdasar pendengaran), dan gaya belajar kinestetik (berdasar
sentuhan/gerakan). Setiap gaya belajar ini mempunyai cara belajar yang berbeda.
Prestasi akademik anak yang rendah sering kali disebabkan karena guru tidak
mengerti cara mengajar yang benar yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar
murid.
Sekolah pada umumnya hanya menggunakan gaya belajar visual dalam
proses pembelajarannya. Hal ini sangat merugikan anak dengan gaya belajar
dominan auditori dan kinestetik. Anak kinestetik karena sering bergerak dalam
belajar, akan dianggap sebagai anak nakal atau hiperaktif. Label ini akan
menjadi “cap” yang bersifat negatif dan akan terus terbawa hingga anak dewasa.
Sekolah selama ini tidak pernah mengajarkan anak cara belajar
yang benar melalui kurikulum “belajar cara belajar”. Sekolah hanya memberikan
bahan ajar tanpa pernah mengajarkan strategi belajar yang sesuai untuk setiap
gaya belajar.
Hal lain yang juga sangat disayangkan adalah sekolah, pada
umumnya, tidak tahu bahwa sebenarnya semua bidang studi dapat digolongkan
menjadi empat kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hapalan.
Setiap kategori ini menuntut teknik atau strategi belajar yang berbeda.
Murid atau anak yang tidak tahu strategi belajar untuk setiap
kategori akan mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada pencapaian
prestasi akademik yang rendah. Pencapaian prestasi akademik yang rendah akan
membuat anak yakin bahwa ia adalah anak yang “bodoh”. Apabila pencapaian
prestasi rendah berlangsung berulang kali maka dapat dipastikan anak
benar-benar menjadi bodoh, sebenarnya bukan karena anak bodoh namun lebih
karena mereka percaya bahwa mereka “bodoh”.
Selain perlu mengajar anak strategi belajar untuk setiap
kategori anak juga perlu belajar cara membaca yang benar, cara mencatat yang
benar, cara menghitung yang benar, dan cara menghapal yang benar. Ini adalah
bagian dari keterampilan belajar yang harus dikuasai anak, yang sayangnya tidak
pernah diajarkan di sekolah.
Langkah selanjutnya adalah mengajarkan anak strategi yang tepat
untuk mengerjakan soal ujian. Mengapa? Karena setiap tipe soal menuntut cara
pengerjaan yang berbeda. Misalnya soal pilihan ganda, menjawab singkat,
menjodohkan, esai, dan soal cerita.
Selain perlu mengembangkan kecakapan di aspek akademik, anak
juga perlu mengembangkan kecakapan lain yang sesuai dengan bakat dan minat.
Untuk mudahnya orangtua dapat membantu anak mengembangkan hobi anak.
Fase kritis selanjutnya adalah saat anak di SMU. Pada masa ini
orangtua harus bisa membantu anak dalam merencanakan hidup. Penetapan tujuan
hidup, walaupun belum bisa dilakukan secara final pada usia remaja, akan sangat
menentukan jurusan yang dipilih saat di kelas 2 SMU.
Pada banyak kasus, sering kali orangtua memaksakan kemauan
mereka terhadap anak tanpa pernah mengindahkan pikiran dan suara hati anak.
Orangtua sering kali merasa tahu semua yang terbaik bagi anak mereka. Pemaksaan
kemauan ini semakin diperburuk oleh kerangka berpikir atau paradigma yang sudah
usang yang dijadikan pijakan berpikir para orangtua. Seringkali orangtua
berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka capai saat mereka
masih muda, melalui anak mereka.
Pada masa remaja (SMU) orangtua sebaiknya membantu anak untuk
“melihat” masa depan, khususnya dalam aspek karir atau pekerjaan. Ada empat
kuadran yang bisa dimasuki anak. Ada kuadran pegawai/karyawan, kuadran
pengusaha, kuadran pemilik usaha, dan kuadran investor.
Setiap kuadran mempunyai aturan main yang sangat berbeda dan
membawa konsekwensi yang juga berbeda. Tidak tepat bagi kita, selaku orangtua,
untuk menentukan kuadran mana yang harus dimasuki anak saat mereka selesai
kuliah. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan mereka sebagai
pembelajar seumur hidup, yang senantiasa berkembang, yang akan mampu
beradaptasi dengan berbagai situasi yang dihadapi.
Semua ini bisa dilakukan anak bila pondasi hidupnya kokoh, bila
konsep dirinya kuat dan positif, bila anak merasa dirinya berharga dan layak
untuk sukses, dan anak tahu apa yang ia inginkan dalam hidupnya.
Dengan pondasi hidup yang kokoh maka anak akan dapat mengembangkan
potensinya secara maksimal. Potensi yang merupakan anugerah dari Tuhan yang
dibawa anak sejak lahir. Potensi yang akan menjadi kekuatan dan batu pijakan
anak untuk meraih keberhasilan hidup di bidang apa saja.
sumber : http://e-smartschool.co.id dan http://inggitw.blogspot.com